Monday, May 18, 2020

KPI Minta Klarifikasi Stasiun TV



JAKARTA- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan meminta klarifikasi stasiun televisi yang mencekal sejumlah iklan kampanye Mega-Prabowo. Dikhawatirkan, kasus tersebut muncul karena sikap tidak netral lembaga penyiaran itu.

"Bukan pada materi iklan. Tapi, ini soal keadilan dan memberikan kesempatan yang sama dalam menyiarkan iklan. Kami akan mencari apakah ada perlakuan diskriminatif atau tidak," kata anggota KPI Izzul Muslimin kemarin (22/6).

Itu adalah hasil keputusan rapat internal KPI mengenai .Jan Mega-Pro yang ditolak sejumlah lembaga penyiaran nasional. Hingga kemarin, yang menyatakan bersedia menyiarkan hanya SCTV dan Trans7. Sisanya, tim sukses Mega-Pro masih terus melobi.

Menurut Izzul, perlakuan lembaga penyiaran terhadap iklan tersebut bisa dianggap diskriminatif, bahkan partisan. Sebab, keputusan untuk menolak tayangan itu bukan kewenangan mereka. Padahal, dalam Undang-Undang Pilpres sudah disebutkan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh berpihak. "Mereka harus netral," ujar Izzul yang juga koordinator pengawas pemilu dari KPI.

Namun, KPI hanya bisa menunggu laporan dari tim sukses Mega-Pro. Mereka tak bisa menindak dugaan pelanggaran apabila tidak ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan. "Kami baru bisa bergerak kalau mereka melapor. Kalau tidak, kami anggap tidak ada yang dirugikan penolakan penayangan oleh lembaga penyiaran itu," ujarnya.

Nah, apabila tim Mega-Pro melapor, KPI mengklarifikasi kepada lembaga penyiaran mengenai alasan penolakanmereka. "Kalau tidak jelas, kami bisa menindak mereka," ujarnya.

Informasi yang diterima Jawa Pos menyebutkan, penolakan lembaga penyiaran sebenarnya cukup beralasan. Mereka yang menolak menilai iklan tersebut cenderung menyerang salah satu pasangan calon. Indikasi adanya black campaign cukup kuat.

Head of Corporate Communication Metro TV Adjie Soera Atmadjie mengatakan bahwa pihaknya memiliki alasan kuat untuk menolak menayangkan iklan itu. "Kami tahu bahwa iklan tersebut sudah lulus sensor Tapi, kami sendiri juga punya self censorship (sensor internal. Red)," katanya saat dihubungi Jawa Pos di Jakarta kemarin.

Iklan tersebut, kata Adjie, tendensius. Apabila ditayangkan, iklan itu bisa membahayakan. Sebab, materi iklan tidak didukung data dan fakta. "Kami pikir, kalau ditayangkan, ini justru membuat kekacauan. Iya kalau apa yang disampaikan dalam iklan tersebut memiliki data. Kami oke-oke saja. Tapi, ternyata tidak. Kami akhirnya memutuskan untuk menolak," jelasnya.

Keputusan Metro TV tersebut, lanjut Adjie, berdasar Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). "Kita kan tidak diperbolehkan menayangkan berita bohong dan berbau fitnah. Bisa-bisa, kami yang dituntut," tuturnya.

Adjie menampik anggapan bahwa keputusan tersebut disebabkan keberpihakan pada calon tertentu. "Ini tidak ada hubungannya dengan demokrasi dan prinsip-prinspi menyampaikan pendapat. Ini murni muatan iklan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," katanya, (aga/tof)

PT Nyonya Meneer Pamerkan 250 Produk



Banyak yang Belum Berani Gunakan Fitofarmaka


SEJAK ratusan tahun lalu bangsa Indonesia dikenal pandai meracik jamu atau obat tradisional. Ramuan tersebut dipergunakan untuk mengobati dan mencegah penyakit, serta menjaga kebugaran badan. Tidak hanya itu, masyarakat juga mengenal jamu untuk perawatan kencantikan.

Salah satu perusahaan yang melestarikan warisan leluhur adalah PT Nyonya Meneer. Perusahaan tersebut telah mengembangkan berbagai obat tradisional. Kini, setidaknya ada 250 produk yang dipamerkan di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran.

"Kami memamerkan sekitar 250 produk, 70% di antaranya untuk wanita baik berbentuk kapsul, pil, serbuk, dan minuman," kata Lili Siswanto, Consultan of Beauty and Health di stan Nyonya Meneer, kemarin.

Beberapa produk unggulan terbaru yang turut dipromosikan antara lain "Singkir Angin", ekstrak kapsul "Lelaki", dan "Body Mint".

Lewat berbagai upaya yang digelar, pihaknya menargetkan menaikkan omzet penjualan sebesar 15%, yakni dari sekitar Rp 7,2 triliun pada 2008 menjadi sekitar Rp 8 triliun padatahun ini dan 2010 ditargetkan naik lagi menjadi sekitar Rp 10 triliun.

"Untuk merealisasi target tersebut perlu ada berbagai terobosan dan memperhatikan permintaan pasar. Setiap industri harus membuat ino-vasi-inovasi yang diinginkan pasar," ungkapnya. Dukungan


Tidak hanya itu, dukungan pemerintah dalam pengembangan industri jamu atau obat tradisional sangat dibutuhkan, baik dari Departeman Perdagangan maupun Departeman Kesehatan.

Dia mencontohkan pemerintah China yang mendukung pengembangan obat tradisional sehingga industri di sana maju pesat. Di negara tersebut ada pendidikan, dokter, rumah sakit, apotek, dan ahli jamun-ya.

Di Indonesia memang sudah ada lembaga pendidikan dan dokter yang peduli pada jamu, misalnya RS Dokter Soetomo Surabaya. Di sana, pasien boleh memilih cara modern atau tradisonal.

"Kini sudah ada lembaga pendidikan yang menggeluti ilmu jamu, contohnya UGM dan Undip. Persoal-annya, jika lulusannya tidak diterima di rumah sakit. Kami meminta Menteri Kesehatan supaya memberikan izin kepada rumah sakit menggunakan obat tradisional. Jamu kan sudah dipakai sejak ratusan tahun lalu," ujarnya.

Ada tiga tingkatan jamu. Pertama, jamu empiris yang sejak zaman nenek moyang dipercaya dari mulut ke mulut. Selain itu, herbal terstandar atau jamu yang sudah di-reuji klinik serta fitofarmaka atau jamu yang sudah diuji secara klinis.

Obat itu merupakan hasil kerja sama antara rumah sakit dan fakultas kedokteran. Jamu tersebut sudah diujikan kepada manusia.

"Di Indonesia baru ada lima produk jamu yang sudah menjadi fitofarmaka. Salah satunya dari Nyonya Meneer bernama Reomaneer, obat untuk rematik," ungkapnya.

Seharusnya kalau sudah menjadi fitofarmaka, bisa diresepkan seperti obat-obatan farmasi. Tetapi banyak dokter yang belum berani menggunakan. Padahal untuk meningkatkan satu item produk menjadi fitofarmaka membutuhkan waktu 2-3 tahun dan biayanya Rp 2 miliaran. (Aris M-27)

Harus Mandiri dan Siapkan Home Industri



Untuk peningkatan kesejahteraan keluarga, anggota Dharma Wanita Persatuan (DWP) harus bisa mandiri dan mampu melakukan aktivitas ekonomi yang mengarah ke usaha home industri.

"UNTUK menunjang itu semua harus ditindnk lanjuti dengan pemberian modal. Dan modal itu bisa berasal dari kas DWP," kata Ketua DWP Provinsi Jatim, Dra. Hj. Nina Soekarwo MSi, pada pembukaan Pelatihan membuat kerajinan dari bahan daur ulang yang diselenggarakan DWP Provinsi Jatim di Dinas Perhubungan Provinsi, Rabu(16/4).

Tak hanya sekedar membantu mencarikan modal saja, namun lebih dari itu. DWP juga akan membantu mencarikan jalan keluar untuk pemasarannya "Ya mungkin nanti pemasaranya bisa dibantu lewat Dinas Perindustrian dan Per-dagangan Provinsi atau melalui Dekranasda. Karena itu, perlu diberikan ketrampilan dan pengetahuan," tandas pengajar di Universitas Dr Sutomo Surabaya ini.

Dituturkan, pelatihan membuat kerajinan dari bahan daur ulang khususnya dari kulit jagung merupakan salah satu bentuk pemberdayaan potensi ekonomi dan keterampilan kaum perempuan, sebagai potensi tambahan penghasilan, potensi menampung tenaga kerja dan dapat mengurangi dampak buruk sampah dengan mengubah limbah menjadi barang yang bernilai ekonomis dan seni.

Diutarakan pula dari pelatihantersebut anggota DWP dapat memanfaatkan ketrampilan untuk diri sendiri ataupun orang lain. Selain itu dapat dijadikan aktivitas ekonomi. "Sehingga mampu menjadikan sumber pendapatan baru yang dapat membantu menopang ekonomi keluarga, bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan pada akhirnya dapat dijadikan salah satu upaya dalam mengatasi pengangguran," kata Nyonya Nina Soekarwo.

Nyonya Nina Soekarwo yang akhir-akhir ini populer dengan sebutan Bude Karwo ini mengharapkan, setelah mengikuti pelatihan ini agar peserta terus meningkatkan keterampilan dengan melakukan inovasi dan kreasi. Baik kreasi dalam bentuk rangkaian bunga maupun pewarnaan yang beragam. Selain itu dapatjuga memanfaatkan bahan dasar limbah lainnya selain kulit jagung, dan dapat ditindak lanjuti dengan latihan sendiri yang bertujuan untuk memperlancar dan meningkatkan kreativitas.

Ditempat yang sama, Ketua Panitia Ny. Hari Sugiri mengatakan, kegiatan pelatihan ini merupakan realisasi salah satu dari program kerja DWP th. 2008 bidang pendidikan dan diikuti oleh 147 orang, yang berasal dari pengurus dan anggota DWP Provinsi Jatim.

Peserta tampak sangat antusias mengikuti arahan dari para instruktur. Instruktur pelatihan ini antara lain, Ketua Asprinta (asosiasi pembuat bunga kering dan buatan) Jatim Tin Soebandi-ri, dan Tim dari SMK 6 Surabaya.

Yang menarik dari pelatihan tersebut, selain membuat bungadari bahan kulit jagung, juga dari gelas air kemasan yang dibuat menjadi tudiing saji dan tirai, botol bekas minyak goreng dibuat sebagai tempat HP dan tempat pensil, bekas bungkus mi instandan bungkus minuman serbuk dapat dijadikan sebagai tikar, sajadah dan tempat tisu, yang merupakan hasil kreasi dari Mi-narsih, anggota TP-PKK Jam-bangan. nel

Membangun Manusia Paripurna




Oleh HERRY TJAHJONO

Indonesia dikenal kaya karena berlimpahnya sumber daya alam dan sumber daya manusia. Ironisnya, negara dan rakyatnya tetap miskin.

Penyebabnya, ada perlakuan eksploitatif terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia (SDM). Seperti apa?

SDM sebagai "liability"

Selama ini SDM diperlakukan sebagai liability (kewajiban, tanggungan, pertanggungjawaban). Maka, Wikipedia mengartikan "liabilitas" sebagai segala hal yang menempatkan seseorang pada situasi tak menguntungkan.

Di berbagai perusahaan di Indonesia, praktik eksploitasi dengan memperlakukan karyawan sebagai liabilitas masih terjadi. Karyawan menjadi komponen produksi. Ungkapan yang dipakai adalah "mendayagunakan" karyawan (konotasi negatif), yakni bagaimana karyawan diarahkan mencapai target perusahaan. Dari sana nasib karyawan ditentukan tanpa mempertimbangkan faktor esensial, seperti pemberdayaan dan hak karyawan, karena hanya akan muncul sebagaifaktor biaya.

Tragikomedi nasib TKW/TKI kita di sejumlah negara juga akibat prinsip manajemen pemerintah yang memperlakukan SDM (TKW/TKI) sebagai liabilitas. Meski mungkin bersifat tak langsung, mereka "didayagunakan" untuk bekerja di luar negeri tanpa mempertimbangkan faktor pemberdayaan, perlindungan, dan lainnya (faktor yang dianggap biaya). Toh, itu bisa mengurangi pengangguran sekaligus menambah devisa negara.

Dalam dimensi pendidikan, ujian nasional, misalnya, sama saja. Standardisasi lebih sebagai upaya memenuhi kepentingan pragmatis pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional) tanpa memedulikan esensi pendidikan manusia, seperti proses aktualisasi diri siswa, keunikan individu, perbedaan irama belajar, dan akses pendidikan. Semua dimatikan atas nama standardisasi. Pada titik ini, eksploitasi peserta didik berlangsung diam-diam. Pada tahap liabilitas ini, kita "membangun manusia produksi".

SDM sebagai aset


Faktor kedua, SDM sebagai aset Tahap ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tahap liabi-litas. Namun, unsur eksploitasi- meski lebih halus-masih terkandung di sana Pengertian sederhana aset adalah segala sesuatu yang punya nilai dan siap dikonversikan menjadi uang. Dan SDM adalah intangible asset.

Maka, proses eksploitasi diam-diam terjadi saat SDM dipertimbangkan dari sudut nilai ekonomis. Frase manajemen yang berlaku di sini adalah "memberdayakan" manusia (SDM). Namun, semuanya hanya diarahkan pada pemenuhan target organisasi (kepentingan organisasi). Maka, ketika seorang karyawan dianggap incapable, dia akan diberdayakan melalui berbagai pelatihan di perusahaan. Ketika anak didik dianggap kurang mampu memenuhi standar, ia segera diikutkan dalam berbagai "bimbingan belajar" atau kursus.

Semua hanya untuk memenuhi target jangka pendek, terbatas kepentingan pragmatis-si-tuasional. Karena itu, kata "pendidikan" amat asing di sebuah perusahaan dan lebih akrab dengan pelatihan. Seandainya ada departemen pendidikan dan pelatihan (diklat), tetapi dalam praktik, unsur pelatihan lebih menonjol. Pihak sekolah dan orangtua lebih mempraktikkanprinsip persekolahan dibandingkan pendidikan dalam arti utuh. Nilai ekonomis tetap menjadi pedoman. Karyawan diberdayakan agar mampu memenuhi target yang mengandung nilai ekonomis. Anak didik diberdayakan agar memenuhi standar, didasari pada pertimbangan nilai ekonomis yang bisa dihitung dari kemampuan memenuhi standar. Pada tahap ini, kita "membangun manusia profesional".

Membangun manusia


Prinsip berbagai perusahaan atau organisasi bahwa SDM merupakan aset terpenting akhirnya "gagal" karena praktik eksploitasi meski tidak seliar tahap liabilitas. Karena itu lahir tahap ketiga yang mencoba meninggalkan prinsip eksploitasi dan mengacu pada Adrian Levy (RLG International), yang didasari pada praktik dan observasi pada berbagai great companies People are not the most important assets of a company - they are the company. Everything else is an asset.

Pada tahap ini, prinsip manajemen yang dipakai adalah "membangun manusia paripurna", tak sekadar manusia produksi atau manusia profesional. Ia tidak hanya diarahkan untuk me-menuhi target, tetapi diberi hak, kesempatan memenuhi tujuan hidup termulia sebagai manusia. Pada tahap ini, perusahaan sudah akrab dengan prinsip pendidikan. Jika anak didik, ia tidak sekadar diarahkan untuk memenuhi standar kelulusan, tetapi juga tujuan mendasar dan mulia sebagai (calon) manusia dewasa. Demikian juga TKW/TKI diberi kesempatan dan didampingi agar menjadi TKW/TKI paripurna". TKW/TKI bermartabat


Ringkasnya, SDM adalah perusahaan itu sendiri. Maka, sebagai aset, sumber daya lain wajib didayagunakan untuk membangun manusia paripurna yang sadar, punya hak, mau, dan mampu-bukan hanya memenuhi tujuan hidup pribadi termulia, tetapi juga tujuan dan nasib lingkungan, orang lain, perusahaan, sekolah, bangsa, bahkan dunia.

Hanya dengan membangun manusia paripurna SDM Indonesia bisa dijadikan benar-benar kaya. Sayang visi dan program "membangun manusia paripurna" tidak muncul dalam kampanye capres-cawapres. Sungguh ironis nasib SDM Indonesia.

HERRY TJAHJONO

HR President The XO Way,

Jakarta

Lumbung Padi Tergerus


Dua puluh tahun lalu Asep Rukhiyat (52) muda masih bangga menjadi anak salah satu petani kaya di Desa Rancaekek Wetan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Mendiang ayahnya, Rokhaendi, adalah pemilik lahan sawah seluas hampir 8 hektar.

Oleh GREGORIUS MAGNUS FINESSO

"W" "ebanggaan itu kini mulai 1 luntur. Sejak lima tahun JL .terakhir sebagian besar lahan ayahnya tergilas pembangunan industri, properti, dan jalan toL

Wajar, Asep mengeluh. Sebelum tahun 2000 penghasilan ayahnya saat panen raya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Kini dengan sisa lahan 03 hektar yang dimiliki, ia hanya mampu menghasilkan Rp 5,75 juta per musim panen, atau sekitar Rp L5 juta per bulan. Angka itu jelas tak sebanding dengan harga kebutuhan hidup yang semakin mencekik, ditambah modal tanam yang kian membengkak.

"Ayah waktu itu tidak punya pilihan lain. Izin dari pemerintah daerah sudah keluar. Pikir ayah, menjual tanah ke negara adalah kewajiban, kata Asep.

Kisah Asep hanya satu dari ribuan cerita pedih petani yang pernah mengalami kejayaan pada masa lalu. Alih fungsi lahan menjadi penyakit kronis di Jabar, terutama di sejumlah wilayah di sekitar Bandung. Kawasan industri, permukiman. dan infrastruktur sering kali dibangun dengan mengorbankan lahan pertanian.

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jabar Rudy Gunawan mengatakan, sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta, areal sawah di Jabar yang berubah fungsi mencapai 4.000 hektar per tahun. Hal itu disebabkan pesatnya pertumbuhan industri, permukiman, dan infrastruktur jalan.

Menurut dia, perlindunganlahan pertanian masih lemah, termasuk dari pemerintah. Hampir 50 persen dari alih fungsi lahan menjadi tanggung jawab pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Ini dimungkinkan karena pemerintah memiliki wewenang mengeluarkan izin pembangunan.

Terus menyusut


Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jabar, realisasi luas tanam sejak tahun 2007 cenderung turun. Tahun 2007 tercatat realisasi tanam padi sawah dan ladang mencapai L957.129 hektar. Tahun berikutnya luas areal tanam menyusut sekitar 10.869 hektar, tinggal 1.946.260 hektar.

Tahun 2009 Dispertan hanya berani menyiapkan lahan tanam sekitar 1.93 juta hektar, atau turun sekitar 16XKX) hektar dibandingkan dengan realisasi tanam tahun 2008. Asisten II Pemerintah Provinsi Jabar Wawan Ridwan mengakui, alih fungsi lahan menjadi satu dari beberapa permasalahan yang mampu mengancam ketahanan pangan Jabar, selain pemanasan global dan penggunaan buhan pangan untuk bioenergL

Menurut dia. peningkatan produksi harus seimbang dengan pertumbuhan penduduk 133 persen per tahun. Hal ini hanya bisa dicapai dengan peningkatan produktivitas padi


Selama empat tahun terakhir produktivitas padi di Jabar terus meningkat Pada 2006 produktivitas padi masih 5238 kuintal per hektar. Tahun berikutnya naik menjadi 5552 kuintal perhektar. Tren kenaikan ini berlanjut tahun 2008, yakni menjadi 56,36 kuintal per hektar. Kepala Dispertan Jabar Helmi Anwar mengatakan, pada 2009, dengan pemanfaatan bibit unggul, ditargetkan terjadi peningkatan produktivitas lahan menjadi 5858 kuintal padi per hektar.

"Kami menargetkan produksi beras sebanyak 10,78 juta ton gabah kering giling atau naik 680.000 ton dibandingkan perkiraan realisasi tahun lalu sebesar 10.10 juta ton," ujarnya.

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berkomitmen, alih fungsi lahan harus dihentikan dengan alasan apa pun. Industri dan permukiman tak boleh lagi dibangun di atas lahan pertanian. Ia mendorong pembangunan ke lahan tidak produktif


Dia mengakui, sekitar pertengahan tahun 1990-an Jabar rata-rata menyumbang sekitar 22 persen produksi beras nasional. Namun, beberapa tahun terakhir pencapaian itu menurun. "Kini Jabar hanya mampu menyumbang sekitar 18 persen dari total produksi padi nasional. ujar Gubernur Jabar.

Kebijakan Pemerintah Provinsi Jabar untuk menjaga ketahanan pangan, yakni juga dengan diversifikasi komoditas da-lam upaya memenuhi pola konsumsi ideal. Untuk itu, upaya yang bisa dilakukan di antaranya dengan memanfaatkan lahan tidur, lahan marjinal dan lahan pekarangan.

Pengamat pertanian Entang Sastraatmadja menilai perlakuan pemerintah ke sektor pertanian seperti ungkapan habis manis sepah dibuang. Saat kampanye hampir semua calon menyampaikan, programnya adalah meningkatkan kesejahteraan petani Namun, ketika memimpin, mereka tergiur tawaran investasi jutaan dollar AS meski harus mengorbankan lahan pertanian.

Dia menyoroti, keberpihakan Pemprov Jabar terhadap pertanian juga belum optimal. Tolok ukurnya, anggaran di sektor ini baru mencapai 4 persen dari total APBD Jabar. Padahal, anggaran yang diperlukan untuk revitalisasi pertanian sekitar 10 persen dari APBD.

Lahan pertanian harus dilindungi secara optimal. Pembentukan payung hukum untuk perlindungan lahan pertanian sangat mendesak. Untuk itu, dia berharap presiden dan wakil presiden mendatang segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Friday, May 8, 2020

SMAN 6 Balikpapan Paling Sehat di Kaltim




Senang Sekaligus Sedih


Civitas SMAN 6 Balikpapan masih tidak percaya sekolahnya menyandang juara pertama sekolah sehat tingkat provinsi. Mereka berbangga hati karena mendapat kesempatan mengharumkan nama Balikpapan. Namun mereka juga merasa sedih karena melalui predikat "paling", ada beban yang harus ditanggung.

UPACARA bendera seperti biasa digelar di halaman sekolah yang halamannya rimbun itu. Di tengah suasana bahagia, Kepala Sekolah Drs P Si-manullang mengumumkan bahwa SMAN 6 Balikpapan telah dinobatkan sebagai sekolah paling sehat di Kaltim. Sontak seluruh peserta upacara, baik siswa maupun guru, bersorak gembira.

Di hadapan seluruh siswa dan guru, kepala sekolah meminta dukungan. Penghargaan tertinggi pun diberikan kepada 3 orang tukang kebun yang setiap hari membersihkan areal seluas 2 hektare, dan 2 orang tukang sapu yang sehari-hari menyapu 23 ruang


kelas dan kantor guru.

Namun untuk maju ke pentas nasional, SMAN 6 belum ada apa-apanya. Dari pengamatan Kaltim Posi, beberapa bagian gedung sudah rusak. Ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) juga tidak bisa dibilang "wah". Jika ingin menang, ada banyak yang harus dibenahi. Tidak mungkin rasanya dalam sebulan bisa dilakukan perbaikan jika SMAN 6 menanggung sendiri beban ini.

Ada 9 poin kekurangan yang sudah dicatat oleh pihak sekolah, yaitu pembuatan toilet didalam UKS, perbaikan drainase, pembuatan taman, pemasangan wastafel di UKS, pembelian komputer untuk administrasi UKS, penambahan meja dan kursi guru, pen-gecatan gedung sekolah, pembelian rak untuk peralatan UKS, serta penyediaan tambahan bak sampah.

Dari kesembilan kekurangan, hanya poin terakhir yang disanggupi Dinas Pendidikan (Disdik). Padatnya anggaran membuat Disdik kesulitan mengucurkan dukungan. SMAN 6 kini mengharap bantuan Pem-kot. "Bagaimana pun juga ini membawa nama Balikpapan. Menjadi sekolah sehat tingkat nasional akan mengukuhkan predikat Balikpapan sebagai kota terbersih di Indonesia. Saya yakin Pak Imdaad akan mendukung kami," ujar Wakil Kepala SMAN 6 Balikpapan Drs Sriyono MM.

Dinas Pendidikan (Disdik) Balikpapan sendiri tidak dapat mengucurkan dana untuk membantu SMAN 6. Sebab, pos tersebut tak terdapat dalam anggaran belanja Disdik tahun ini. Kepala Seksi Pembinaan Pemuda dan Olah Raga Hendrik berharap Pemkot Balikpapan dapat ikut membantu.

Disdik sendiri telah menyanggupi untuk mendanai penambahan bak sampah di SMAN 6 Balikpapan. Namun Hendrik akui, hal tersebut masih sangat minim dari total perbaikan yang harus dilakukan.

"Kalau sudah di tingkat nasional, penilaiannya kelak tidak hanya sekedar bersih, tapi juga harus indah. Kita sebaiknya total mempersiapkan kedua sekolah, karena saya yakin sekolah di daerah lain persiapannya dikangila-gilaan " kata Hendrik yang juga termasuk dalam tim pembina sekolah sehat, (puput dewanthy)

FES Diawali Khitan Massal 128 Anak




"Ada yang Lari sampai Orangtua Pingsan"

KEGIATAN Festival Ekonomi Syariah (FES) 2008 atas kerjasama Bank Indonesia (BI), Kaltim Post, IDC Network FM 98,5 Mhz, KPFM 93,00 Mhz dan Pemkot Balikpapan, kemarin diawali dengan kegiatan khitanan massal. Sebanyak 128 anak dikhitan di lantai 3 Kantor Bank Indonesia (KBI).

Seru, lucu dan penuh sisi human interest. Acarayangdibuka Wakil Walikota Balikpapan H Rizal Effendi dan dihadiri Pemimpin Bank Indonesia (BI) Causa Iman Karana, Wakil Pemimpin BI Sumantri, Kajari Mansyur Zaeni, Danlanud F Indra Jaya, Direktur Kaltim Post Ivan Firdaus, Pemimpin Redaksi (Pimred) Kaltim Post H Badrul Munir dan seluruh perwakilan perbankan di Balikpapan itu berjalan sukses dan lancar.

Suasana KBI yang biasanya sepi, kemarin jadi ramai dikerumuni ba-nyakorang.yangtaklain adalah orangtua dan kerabat anak yang akan dikhitan. Semua anak mengenakan baju koko dilengkapi peci Pakaian itu sengaja disiapkan Ikatan Wanita Bank Balikpapan (Iwaba) yang membantu dan terlihat sibuk mengurusi anak-anak yang akan dan sudah dikhitan.

Secara bergiliran ke-128 anak itu dipanggil ke ruangan. Dan, suasana pembukaan pun bak suasana pernikahan. Karena, peserta yang akan dikhitan seolah diarakdengan menggunakan payung dan diiringi hadrah. "Ayo anak-anak, jangan takut. Nanti setelah dikhitan diberi hadiah," kata pembawa acara atau MC Benk-Benk.

Sebanyak 20 tim medis dari Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) pun siap untuk "memotong burung" anak-anak. Tapi, namanya anak-anak, tentu saja ada yang takut, menangis bahkan sampai ada yang lari ketika melihat rekannya sudah dikerjai anunya oleh sang "pe-motongburung". "Nggak mau, takut," ujar seorang anak sambil berlari minta agar orangtuanya mengantarkan pulang. Tapi, akhirnya setelah dibujuk mereka mau juga


Bukan itu saja, tim medis dan panitia pun dibuat bingung dan kalang kabut oleh kejadian yang mengejutkan. Ada orangtua yang melihat da-

rah bercucuran di bagian "burung" sang anak langsung jatuh pingsan. TolongOcepat tolong," teriak lainnya. Hanya, semuanya bisa diatasi. "Alhamdulillah, nggak ada apa-apa. Mungkin kaget melihat darah," kata Manajer Event Organizer (EO) Kal-tim Post Group Noor Awaliah.

Ketua Panitia FES Mahendra Nu-santo mengatakan, awalnya panitia panik, khawatir tidak ada pesertanya. Temyata malah membeludak. "Ini kalau tidak dibatasi masih banyak yang berminat," katanya yangjuga sebagai kepala Kantor Cabang Mandiri Syariah itu.

Dalam sambutan pembukanya wawali juga menyinggung soal kondisi Kota Minyak. Antara lain kekhawatirannya tentang nilai Adipura yang makin merosot "Ya yang seharusnyanilainya 74 saat ini turun menjadi 65," kata Rizal. Penurunan nilai itu, kata dia, karena perairan terbuka Balikpapan masih dinilai jauh dari bersih. Rizal juga menyinggung soal listrik di Balikpapan menghadapi PON XVH. (dwa)